Airnav Indonesia Jayapura Resmi Luncurkan Peningkatan Pelayanan Surveilance  

oleh -535 views
Direktur Operasi AirNav Indonesia, Setio Anggoro saat diwawancara terkait peluncuran peningkatan pelayanan surveilance dikantor airnav cabang Sentani, Jayapura.

Kilaspapua, Sentani – Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia resmi meluncurkan Peningkatan Pelayanan Surveilance Wilayah Papua di Unit Jayapura (Fase I) yang digelar di Kantor AirNav Indonesia Cabang Sentani, Jayapura, Kamis (15/5/2025).

Direktur Operasi AirNav Indonesia, Setio Anggoro kepada wartawan mengatakan, tujuannya mendongrak kualitas pelayanan pemanduan pesawat di wilayah ruang udara Papua.

“ Sebelumnya dilayani secara prosedural atau hitungan biasa namun setelah peluncuran surveilance pesawat akan lebih kelihatan di radar atau ATC system sehingga meningkatkan keselamatan signifikan termasuk juga meningkatkan kapasitas ruang udara serta meningkatkan efisiensi dari penerbangan itu sendiri ,” katanya.

Ia menyebutkan, selama ini masih sebatas prosedural artinya dilayani tetapi masih menggunakan metode hitungan waktu, misalnya jarak antar pesawat karena tidak kelihatan sehingga menggunakan menit.

“ Dengan surveilance apalagi kelihatan, itu bisa lebih mudah bahkan rapat. Jadi peningkatannya bisa 8 atau 10 kali lipat ,” sebutnya.

Adapun melatarbelakang ini, Ia mengungkapkan, tak lain meningkatkan keselamatan dan efisensi khusus wilayah Papua serta meningkatkan keselamatan di Papua.

“ Kita punya track record insiden. Makanya dengan adanya peningkatan surveilance harapannya  insidennya menurun dan peningkatan operasional dalam mendorong pembangunan dan  penerbangan sehingga menjangkau wilayah udara lebih luas ,” ungkapnya.

Setio menambahkan, memaparkan, program ini merupakan bagian dari implementasi Roadmap Operasi 2022–2026, yang sejalan dengan amanat Rencana Investasi Jangka Panjang (RIJP) perusahaan, serta dalam rangka mendukung realisasi Global Air Navigation Plan (GANP) yang diinisiasi oleh ICAO. Salah satu inisiatif utama dalam RIJP tersebut adalah Peningkatan Pelayanan Surveillance pada ruang udara lapis bawah (lower airspace). ”Ini adalah bentuk komitmen kami untuk menghadirkan pelayanan navigasi penerbangan yang andal, modern, dan memenuhi standar keselamatan penerbangan, sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012,” ungkapnya.

Menurutnya, melalui pengimplementasian pelayanan surveillance tersebut, sedikitnya ada lima perubahan signifikan yang diharapkan akan diperoleh. Pertama adalah terjadinya peningkatan akurasi dalam proses pemanduan yang berdampak terhadap peningkatan kualitas keselamatan penerbangan. Karena melalui pelayanan berbasis surveillance memungkinkan pengawasan langsung terhadap posisi pesawat melalui radar atau ADS-B secara real-time, sehingga meningkatkan akurasi dalam pemantauan dan menjaga tingkat keselamatan penerbangan.

Dampak kedua adalah terjadinya efisiensi pengelolaan lalu lintas udara. ”Karena dengan data yang tersedia secara langsung, petugas pengendali lalu lintas udara atau Air Traffic Controller (ATC) dapat mengelola pergerakan pesawat secara lebih dinamis dan responsif, baik dalam pengaturan jalur, ketinggian, maupun kecepatan pesawat,” jelasnya.

Kemudian dampak lain yang diharapkan adalah tereduksinya waktu dan biaya operasional penerbangan bagi maskapai. Kondisi tersebut sebagai akibat dari pengurangan waktu tunggu dan manuver holding, pesawat dapat mencapai tujuan lebih cepat, menghemat bahan bakar, dan mengurangi beban operasional maskapai.

”Dampak lain adalah respons terhadap kondisi darurat yang lebih baik. ATC dapat segera mengambil tindakan mitigasi atau pencegahan karena memiliki data posisi pesawat yang akurat dan terkini,” imbuhnya.

Tak kalah penting, menurut Setio Anggoro, peningkatan pelayanan tersebut juga sejatinya akan mengoptimalisasikan kapasitas ruang udara. Hal itu karena pelayanan berbasis surveillance memungkinkan ATC untuk memberikan separasi antar pesawat berbasis jarak, misalnya 5 NM atau sekitar 2–3 menit. ”Sedangkan melalui pemanduan non-surveillance, dibutuhkan separasi waktu antara 10–15 menit. Ini berarti akan lebih banyak pesawat yang dapat dilayani di ruang udara yang sama. Ini sebuah kemajuan yang sangat penting untuk mengantisipasi pertumbuhan lalu lintas udara di masa mendatang,” tegas dia.

Peralihan pelayanan penerbangan di wilayah udara Papua, dari pendekatan non-surveillance menjadi surveillance ini, merupakan langkah besar dalam mewujudkan ruang udara Indonesia yang terintegrasi, efisien, dan aman. Khususnya di wilayah timur Indonesia yang memiliki peran strategis dalam konektivitas nasional. ”Inisiatif ini tidak hanya mencerminkan peningkatan teknologi dan kapabilitas operasional kami, tetapi juga menjadi bentuk nyata komitmen AirNav Indonesia dalam mendukung pengembangan ekonomi dan pariwisata di Papua dan sekitarnya,” imbuhnya.(Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *