Kilaspapua, Jayapura- Ratusan relawan kesehatan PON XX Papua minta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memerintahkan aparat penegak hukum agar segera audit dana atau keuangan Panitia Besar Pekan Olahraga Nasional (PB PON) XX Papua 2021. Aparat hukum yang dimaksud, Kejaksaan, Polri hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas terkait pendanaan PON XX Papua yang dinilai carut marut.
Sebagaimana dari, ratusan relawan kesehatan/ medis PON XX Papua 2021 saat mendatangi kantor Otonom, Distrik Abepura, Kota Jayapura Senin (29/11/2021).
Kedatangan para tenaga medis yang jadi relawan itu menuntut tiga hal, sebagaimana spanduk atau baliho yang dibentangkan saat menyampaikan aspirasi di halaman Kantor Otonom antara lain,
Pertama, menuntut Gubernur Papua Lukas Enembe agar segera bertanggung jawab terhadap hak relawan kesehatan PON yang gajinya belum dibayar sampai sekarang.
Kedua, menuntut Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan aparat hukum melalukan pemeriksaan dan audit keuangan PB PON XX Papua.
Ketiga, menuntut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua bertanggung jawab penuh terhadap hak relawan kesehatan PON XX Papua.
Sementara itu, Penanggung jawab aksi, Hein Yopi Olua mendesak Kepala Dinas Kesehatan Papua harus bertanggung jawab lantaran rekrutmen tenaga medis untuk PON XX Papua 2021 dari Dinas Pemerintah Provinsi Papua.
“Semua rekrutmen, dikirim surat diminta rumah sakit dan puskesmas kirim tenaga,” katanya sebagaimana didalam release yang diterima Redaksi KILASPAPUA.COM.
Disamping itu, Ia juga mengaku diminta memasukkan dokumen administrasi sesuai persyaratan hingga nomor rekening. Bahkan nomor rekening diminta sampai berkali-kali. “Yang jadi kejanggalan rekening kami diminta berulang-ulang kali,” ucapnya.
Vani, salah relawan kesehatan mengaku kecewa lantaran PON XX usai sebulan lamanya namun hak kami belum juga dibayarkan sehingga bersama ratusan rekan medis lainnya menyepakati untuk menyuarakan hal itu.
“Kalau relawan medis dan tenaga medis, yang kami dengar honornya berbeda, mulai dari Rp300 ribu hingga Rp600 ribu/hari. Hanya saja hal ini yang kami butuh kejelasan dari pihak yang bertanggung jawab,” tutupnya.(Adv)