Kilaspapua, Jayapura- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua mengklarifikasi opini yang tak berdasar terkait dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Pengadaan Pesawat Terbang Cesna Grand Caravan C 208 B EX dan Helicopter Airbus H 125 senilai Rp 43 miliar yang bersumber dari APBD tahun 2015, yang menjerat Johannes Rettob selaku Plt Bupati Mimika.
Kasi Penkum Kejati Papua, Aguwani, SH, MH,dalam keterangan pers mengatakan, pihaknya ingin mengklarifikasi pemberitaan bahwa perkara dugaan tindak pidana korupsi Pengadaan Pesawat Terbang Cesna Grand Caravan C 208 B EX dan Helicopter Airbus H 125 tak bisa dilanjutkan, karena tak memiliki bukti yang cukup.
Pasalnya, Penyidik Polda Papua KPK telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) terhadap perkara ini.
Menurutnya, jika Polda memulai penyidikan, maka pihaknya selaku penuntut umum pasti diberitahu dimulainya penyidikan terkait perkara ini.
“Makanya jika pemberitaan bahwa Polda Papua menghentikan penyidikan ini, kami juga tidak tahu, karena selaku penuntut umum tidak pernah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan perkara,” ujarnya, Selasa (7/3/2023).
Begitu pula dengan penyidik KPK, jelasnya, pihaknya selaku penuntut umum sesuai pengakuan saksi-saksi yang diperiksa KPK.
“Dasarnya ternyata surat perintah penyelidikan bukan penyidikan. Jadi antara KPK maupun Polda telah menghentikan penyidikan itu berdasarkan fakta yang disampaikan saksi-saksi maupun kami selaku penuntut umum harus mendapat pemberitahuan penghentian penyidikan. Itu tidak benar,” tegas Aguwani.
Aguwani menjelaskan, pihaknya bekerja sesuai aturan-aturan yang ada didalam KUHAP.
“Kita bekerja sesuai aturan yang mengatur itulah yang kita jalankan bukan kemauan kami,” tandasnya.
Aguwani menuturkan, sidang perdana perkara dugaan tindakan pidana korupsi pengadaan pesawat terbang dan helicopter di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kelas I Jayapura, Rabu (8/3/2023) pukul 10.00 WIT. Terkait pemanggilan tersangka atau terdakwa yang nanti akan menjalani persidangan, terang Aguwani, pihaknya mengharapkan tersangka hadir.
“Tapi jika tersangka telah dipanggil dan tak datang ya itu rugi besar buat tersangka, karena perkara ini tetap dilanjutkan tanpa kehadiran tersangka,” ungkapnya.
Dikatakan, sesuai aturan dalam KUHAP Pasal 38 Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi menyatakan dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputuskan tanpa kehadirannya.
“Harapan kami beliau hadir, tapi kalau beliau juga tetap tidak hadir ya terpaksa sidang tetap dilanjutkan dan tak mempengaruhi sekalipun beliau tak hadir,” pungkas Aguwani.(Adv)