Kilaspapua, Jayapura- Menyikapi hasil pleno luar biasa tentang pemenuhan hak konstitusional orang asli Papua dalam rekrutmen politik terkait pencalonan Bupati, Wakil Bupati, Walikota/ Wakil Walikota di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat oleh, Majelis Rakyat Papua,(MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat,(MRPB) disalah satu hotel di Kota Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua mendapat tanggapan dari, Akademisi Universitas Cenderawasih,(Uncen), Beatus Tambaip.
Menurutnya, aspirasi yang dikemas dalam rapat pleno yang diselenggarakan oleh MRP , Itu sebenarnya telah dimulai sekitar 10 tahun lalu. Tetapi, terus saja gagal dan itu menghasilkan kekecewaan yang terus- menerus,” katanya saat ditelepon, Jumat malam (28/2/2020).
Dia mengungkapkan,saat ini cara kerja MRP secara kelembagaan sudah bagus dan patut diapresiasi, cuma sayangkan sekali kita tak pernah belajar dari pengalaman.
“ Ketika kita gagal,katakanlah itu dipesta demokrasi, kita tidak mengambil sikap atau evaluasi langkah-langkah apa untuk supaya 5 tahun kedepan bisa diakomodir,” ungkapnya.
Lanjutnya, UU Pemilu sudah terlanjur jadi dan bila dihadapkan kepada KPU tentunya hanya sebatas pelaksana UU. “ KPU hanya pelaksana UU sehingga dia tak bisa mengakomodir aspirasi-aspirasi ditengah jalan. Jika tetap mengakomodir maka dia akan digugat partai politik,(Parpol). Makanya, itu sudah tak mungkin.
Masih katanya, saat ini satu-satu yang diharapkan itu hanya UU plus. Dimana, itu digadang-gadang telah diproses beberapa tahun lalu dan waktu semasa zaman Presiden SBY dengan Gubernur Papua, Lukas Enembe. Tapi, lagi-lagi tanda positif dan tanda-tandanya tak kelihatan, Nah belakangan isu diramaikan UU Otsus akan berakhir ditahun 2021 dan itu lagi-lagi diwacanakan sudah masuk Prolegnas. Itukan menjadi pro kontra ditengah masyarakat terutama kita di Papua,” katanya.
Maka dari itulah, Dia menilai rapat pleno yang diselenggarakan oleh MRP dan MRPB kedepannya tak akan membuahkan hasil. Karena, UU sudah jadi dan itu mengacu dengan PKPU yang sudah beberapa kali perubahan.
Surat KPU sudah menjelaskan tentang hak politik orang Papua, namun MRP melalui UU Otsus memberikan pertimbangan khusus untuk calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua. Sedangkan,Bupati dan Walikota tidak aturan yang memayungi itu. Jika dipaksakan, akan berbenturan dengan UU diatasnya dan itu tak tak mungkin sehingga apa yang dilakukan oleh MRP saat ini tak masuk namun sebatas gerakan moral bisa silahkan sebab ujung-ujungnya akan digugat partai politik,(Parpol).
Oleh sebab itu, Dia menyarankan harusnya MRP diberikan penguatan lagi. Teman-teman yang membantu MRP seharusnya harus memberikan yang baik supaya MRP tidak salah kaprah melangkah namun tahu banyak hal, mengingat MRP diakui dalam UU melalui peraturan Pemerintah No. 54 ,” sarannya.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Pengendalian dan Pengawasan Legislatif DPD Hanura Papua, Jimmy Hegemur, S.Sos menanggapi pleno luar biasa yang diputuskan oleh MRP dan MRPB dituang dalam Perdasi dan Perdasus.
“Yang disampaikan MRP,sebenarnya baik namun pertanyaannya apakah itu sesuai dengan UU Pilkada atau tidak sebab UU Pilkada tidak mengatur itu bahwa, Bupati dan Wakil Bupati harus orang Papua begitu juga Walikota dan Wakil Walikota dan itu telah diatur dalam UU Pilkada. Lain, jika diakomodir dan disetujui oleh Negara dan itu bisa jalan tetapi namun pertanyaan lagi apakah itu mampu menggugurkan UU Pilkada atau tidak ,” ucapnya.
Dia mengatakan,berbicara kekhususan sah-sah saja namun itupun harus disetujui Pemerintah Pusat. Sekarang, jika hasil pleno dibawa Kejakarta trus disetujui itu bisa jalan namun lebih dulu mengubah UU Pilkada.
“Sebelumnya, hal serupa telah disampaikan kepada Pemerintah Pusat dan itu direspon bahwa, Bupati dan Wakil Bupati tidak dibatasi hanya orang Papua saja sebab KPU menjalankan UU Pilkada. Yang diatur cuma Gubernur dan Wakilnya yang telah tertuang dalam UU Otsus. Dan bila proses terbawa, itu dari Gubernur bahwa, orang Papua harus menjadi tuan di Negeri sendiri, itu baik namun seharusnya dikemas dalam Perdasi dan Perdasus,” katanya.
Dikatanya, apa yang dilakukan oleh MRP justru akan sia-sia bila tak setujui. Sekarang pertanyaannya, apa yang dibuat MRP bisa menggugurkan UU mengingat itu yang tertinggi sehingga mengubah itu tak bisa sebab Pilkada jalan melalui UU.
Soal apa yang dilakukan MRP, Dia menilai baik sebab mereka melakukan sesuai kapasitasnya sebagaimana tugas dan fungsinya sebagai MRP. Sekarang persoalanya, ketika itu disetujui kepada Pemerintah Pusat itu disetujui atau tidak sebab yang pernah dilakukanpun gagal. Sekarang persoalannya berada di Pemerintah Pusat dan sebagai anak Papua kami setuju dengan apa yang dilakukan MRP mengingat melalui itu kami diberikan peluang dalam hal berpolitik.
Dia menambahkan, secara pribadi saya sesali kinerja MRP karena kenapa setelah kami partai telah melakukan pendaftaran calon kepala daerah baru MRP melakukan hal ini. Kenapa tidak jauh sebelumnya, sehingga rekomendasi mereka mungkin bisa direalisasikan oleh Pemerintah Pusat. Kami dari Partai Hanura sendiri telah menjalankan pendaftaran Cabup/Cawabup. Selain itu,sudah ada beberapa calon yang sudah mendapatkan surat tugas dan rekomendasi,”tutupnya.
Disamping itu, MRP dan MRPB juga memplenokan tentang penarikan RUU otonomi khusus plus dan perlindungan hak asasi manusia orang asli Papua.(Advertorial)