Papua terus dirundung masalah, Yan Christian Warinussy : Kapolda selayaknya diganti

oleh -374 views
Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy .(Foto. Istimewa)

Kilaspapua, Jayapura- Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy menyebutkan, bila Papua terus saja dirundung berbagai masalah penegakan hukum yang dapat berimbas pada pembangunan, sehingga selayaknya Kepala Kepolisian Daerah,(Kapolda) Papua diganti.

“Saya dengan tegas mengatakan, jika masalah-masalah terus terjadi, maka seorang Kapolda sebagai penegak hukum tertinggi di daerah (di Papua), kalau memang tidak mampu, sebaiknya mundur. Cari lagi Kapolda lain,” tegasnya dalam release yang diterima Redaksi KILASPAPUA. COM , Rabu (1/12/2021).

Menurutnya, penentuan Kapolda di Papua sebagai wilayah konflik sebaiknya tidak lagi dengan cara ditunjuk Kapolri. Melainkan dengan model pelibatan DPR Papua, Majelis Rakyat Papua, ikut dalam menilai atau memberikan pertimbangan, terhadap sosok Kepala Kepolisian Daerah Papua.

“Tidak saja pertimbangan diberikan oleh Gubernur, tapi juga oleh DPR Papua sebagai wakil rakyat untuk mempertimbangkan figur yang layak menjadi Kapolda. Mirip mirip seperti fit and propertest di DPR pusat untuk calon Kapolri atau panglima TNI,” ucapnya.

Baginya, hal ini mesti dilakukan di era demokrasi saat ini. Supaya publik bisa menilai bahwa dengan segudang masalah yang ada di Papua, seorang Kapolda dapat menangani seluruhnya.

“Agar bisa sejalan dengan konsep berpikir yang sudah dikembangkan oleh Kapolri bahwa tidak boleh menyakiti rakyat, tidak boleh ada arogansi terhadap rakyat,” katanya.

Ia mengungkapkan, Kepolisian memiliki potensi yang bisa digunakan untuk menjadikan Papua damai dan sejuk.

“Tapi dari Kapolda ganti Kapolda, yang sekarang Pak Mathius Fakhiri juga, saya lihat hal ini tidak dimaksimalkan,” ungkapnya.

Maka disarankan cara mengembangkan potensi dari kepolisian misalnya dengan melakukan diskusi atau tukar pendapat, tukar pikiran dengan kelompok-kelompok non militer. Contohnya, membangun dikusi dengan akademisi di perguruan tinggi, kelompok pemikir Papua yang ada di perkotaan, di sekitar pemerintahan atau berdialog dengan kelompok agama.

Dari diskusi tersebut, sambungnya akan diperoleh masukan atas penanganan masalah di Papua.

“Karena mereka punya pengalaman-pengalaman di internal sendiri baik secara regional maupun internasional, (Saya kira) mereka harus diajak bicara. Itu yang saya lihat selama ini tidak ditangani,” sambungnya.

Masih katanya, operasi penegakan hukum telah tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 tahun 1981, mengatur cara penanganan penegakan hukum. Misalnya, bila seseorang diduga melakukan kejahatan, dengan dua alat bukti kuat, dapat mengantar terduga hingga ke pengadilan.

“Celakanya, selama ini cara itu tidak digunakan. Operasi penegakan hukum (saat ini) yakni dengan tembak mati, dan tidak ada langkah-langkah hukum untuk membuktikan benar atau tidak terlibat dalam kejahatan (kelompok-kelompok tertentu).

“(Bahkan) jika terduga itu benar maka akan dicari kesalahannya. Setelah itu baku lempar statement, dan penguraiannya tidak tuntas,” tambahnya.

Lanjutnya, akibatnya muncul berbagai situasi sehingga membuat publik percaya adanya kekerasan aparat terhadap rakyat yang disebut sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia.

“Persoalan-persoalan di Papua bukan baru terjadi, dalam 5 atau 10 tahun ini, tapi sudah lebih dari 50 tahun, kok tidak ada perbaikan juga?,” ujarnya.

Baginya, dari beragam rentetan persoalan di Papua, telah membuat orang Papua pesimis membantu pemerintah di dalam pembangunan.

“Ini imbas dari pimpinan aparat keamanan di Papua yang tidak dapat menangani situasi agar Papua menjadi aman, damai dan sejuk,” ucapnya.

Berkaitan dengan dugaan kasus korupsi di Papua, Menurutnya bahwa, bila seseorang terduga korupsi dipandang mesti dimejahijaukan, maka penting dilanjutkan.

“Kalau sudah ada dua alat bukti, tidak usah ditahan lama-lama, daripada menimbulkan cercaan di media sosial. Lebih elegan menurut saya, bawa ke jaksa dan jaksa bawa ke pengadilan, sehingga pengadilan bisa dengan mudah memutuskan bersalah dan dihukum setimpal dengan perbuatannya merugikan keuangan Negara,” paparnya.

Oleh sebab itu diharapkan Kapolda Papua memahami apa yang terjadi. Jadi sederhana saja, saya pikir Kapolda memahami itu sebagai seorang penegak hukum,” harapnya.(Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *